Tips Menjaga Kemanan Data Pribadi di Media Sosial

Tips Menjaga Kemanan Data Pribadi di Media Sosial

Tips Menjaga Kemanan Data Pribadi di Media Sosial (2-habis)

Tips Menjaga Kemanan Data Pribadi di Media Sosial (2-habis)
ilustrasi sosial media yang tumbuh pesat di Indonesia (foto: Ist)
JAKARTA – Berselancar di sosial media tidak selamanya memberikan kebaikan. Tanpa sadar, pengguna media sosial secara sukarela menyerahkan data pribadi seperti alamat rumah, foto pribadi, video, hobi dan nomor ponsel.
Padahal data tersebut sangat rawan dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab sebagai sarana melakukan tindakan kejahatan kepada kita dan keluarga.
Panji Agus Muttaqin, pengamat keamanan siber dari Riset CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), mengatakan pelaku kejahatan lebih mudah melakukan aksinya dengan tingginya penggunaan media social sekarang lewat social engineering.
Social engineering adalah teknik manipulasi psikologi untuk melakukan sebuah aksi ataupun mengungkapkan informasi rahasia. Social engineering merupakan salah satu metode yang digunakan oleh hacker untuk memperoleh informasi tentang targetnya, dengan cara meminta informasi itu langsung kepada korban atau pihak lain yang mempunyai informasi itu.
Berikut langkah memproteksi data pribadi di media social
8. Jangan berasumsi bahwa semua yang kita posting di media social akan aman di tangan teman-teman kita. Hanya posting sesuatu yang tidak bersifat sangat pribadi di sosial media, jika diperlukan lakukan pengaturan privacy pertemanan kita di sosial media, sehingga tidak semua teman dapat melihat postingan kita yang bersifat pribadi.
9. Berhati-hati dalam melakukan posting, baik itu komentar ataupun gambar. Karena sekali postingan itu online maka sesudahnya akan sulit sekali dihapus atau ditarik kembali.
10. Ketika memposting foto dan video, pastikan kita menghapus meta data di dalamnya. Meta data adalah informasi yang menjelaskan data yang berisi waktu, tanggal, tempat dan dengan apa media tersebut diambil. Sehingga lokasi dan informasi pribadi lainnya dapat diamankan dengan menghapus metadata sebelum memposting data tersebut.
11. Jangan mengumumkan di sosial media bahwa kita akan liburan dan meninggalkan rumah dan pekerjaan dalam waktu tertentu karena bias saja rumah dan tempat kerja kita jad isasaran pencurian harta atau informasi penting lainnya.
12. Lakukan pengaturan privasi di sosial media kita. Biasanya kita dapat melakukan pengaturan tentang siapa saja yang dapat melihat postingan kita, siapa saja dapat melakukan tag atau mention kepada kita dan siapasaja yang dapat melakukan posting dihalaman kita. Batasi semua sehingga hanya orang-orang yang betul betul kita kenal secara dekat yang dapat melakukan hal tersebut.
13. Baca kembali “privacy policy” dari sosial media apakah situs tersebut dapat mengekspose email dan data lain kepada pihak ketiga atau tidak. Jika ada hal yang tidak sesuai dengan prinsip privasi kita, maka kami sarankan untuk mengganti sosial media tersebut.
(amr)
Update Clash of Clans Hadirkan Peningkatan Spell

Update Clash of Clans Hadirkan Peningkatan Spell

Update Clash of Clans Hadirkan Peningkatan Spell

Update Clash of Clans Hadirkan Peningkatan Spell

CALIFORNIA - Game Clash of Clans (CoC) akan mendapatkan update pada bulan ini. Update tersebut menghadirkan beberapa peningkatan, salah satunya menambah satu level untuk Spells.
Misalnya saja, bila Lightning Spells saat ini hanya mencapai batas maksimal di level 6. Maka, update ini akan menambah satu tingkat lagi menjadi level 7. Tentunya, peningkatan tersebut akan menambah daya hancur pada objek di base lawan.
Di akun Twitter resmi game CoC, @ClashofClans gamer bisa melihat bahwa update ini tengah dipersiapkan dan segera dirilis dalam waktu dekat. Untuk memberikan gambaran seperti apa pembaruan pada CoC, akun Twitter @ClashofClans mem-posting link video YouTube.
Pembaruan tidak hanya menambah satu tingkat untuk Lightning Spells, tetapi juga Spell lainnya seperti Poison Spell, Earthquake Spell. Khusus Freeze Spell, kini Spell tersebut dapat membekukan pasukan yang mampu terbang atau air troops.
Gamer CoC bisa memanfaatkan 250 gems untuk membeli Shields, yang dapat melindungi base selama satu pekan. Perlindungan Shields selama satu pekan tersebut tersedia untuk tingkat liga Titan II dan Titan III.
Belum diketahui kapan Supercell akan menyediakan Town Hall level 11. Dengan munculnya Town Hall level 11, maka pemain diharapkan akan dapat mengakses pembaruan-pembaruan pada Gold Mine, Elixir Collector, serta jebakan pasukan yang lebih kuat.
Tidak hanya itu, meningkatnya level Town Hall juga umumnya diiringi dengan fasilitas baru seperti upgrade barrack, upgrade dinding, dan upgrade bangunan lainnya.
Sebelumnya, Supercell telah mengungkap update pada awal Juli menghadirkan penambahan baru seperti Poison Spell, Level 5 Dragons, turnamen Legend League baru dan lain-lain.
(ahl)
Dampak Nuklir, Ikan Wollfish Ini Jadi "Monster"

Dampak Nuklir, Ikan Wollfish Ini Jadi "Monster"

Dampak Nuklir, Ikan Wollfish Ini Jadi "Monster"

Dampak Nuklir, Ikan Wollfish Ini Jadi
Hirasaka saat menggendong ikan wollfish yang ditemukannya (foto : Huffingtonpost)

HOKKAIDO - Siapa sangka, rupa ikan Wollfish yang sudah seram, bisa menjadi lebih “angker” lagi karena efek dari bencana nuklir.
Seorang nelayan asal Jepang tanpa sengaja menemukan makhluk berwajah mengerikan itu dalam perjalanan menuju Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.
Nelayan bernama Hirasaka Hiroshi itu mengatakan, lazimnya ikan Wollfish tumbuh hingga mencapai tiga kaki panjangnya. Namun kali ini, Wollfish yang terlihat dalam gendongannya tampak memiliki bobot lebih besar sekira lima kaki.
Dia juga menjelaskan, makhluk ini biasanya jarang muncul ke permukaan. Artinya Wollfish kerap mendekam di kedalaman samudera Atlantik dan Pasifik.
Ada beberapa alasan ikan ini bermigrasi ke utara atau ke perairan Hokkaido tersebut. Menurut sebuah studi yang dilakukan pada 2008, lantaran kenaikan suhu air laut.
Tetapi ada spekulasi lain yang juga dikaitkan dengan ketidaklaziman yang terjadi pada bobot maupun rupa Wollfish tersebut.
“Dilihat dari ukurannya, mungkin saja bentuk dan rupa Wollfish yang aneh itu, disebabkan oleh bencana Nuklir Fukushima yang terjadi pada 2011,” ucap Hirasaka seperti dikutip dari Huffingtonpost, Jumat (18/9/2015).
(kem)
Gara-Gara Jam, Remaja 14 Tahun Ini Dapat Undangan Dari Presiden Barack Obama

Gara-Gara Jam, Remaja 14 Tahun Ini Dapat Undangan Dari Presiden Barack Obama


Apa jadinya bila sebuah anak yang masih berusia 14 tahun menciptakan jam digital? Mungkin bisa dibilang sebagai prestasi membanggakan, begitu juga dengan remaja yang satu ini.
Ahmed Mohamed (Kredit: Telegraph.co.uk)
Ahmed Mohamed (Kredit: Telegraph.co.uk)
Namanya Ahmed Mohamed, remaja 14 tahun ini awalnya berniat menunjukan jam digital buatannya kepada guru IT di sekolahnya, Irving Independent School District yang terletak di Texas, Amerika Serikat. Dikutip dari Wired, Senin (21/9/2015), bukannya mendapat apreasiasi, Ahmed justru ditangkap oleh kepolisian Irving karena salah satu guru bahasa Inggris disekolahnya yang melihat jam buatan Ahmed tersebut mengira itu adalah sebuah bom rakitan.
Akhirnya setelah diselidiki, kepolisian Irving membebaskan Ahmed karena jam buatannya tidak ada indikasi dari sebuah bom atau sejenis pemancar lainnya. Jam digital ini diletakan di dalam sebuah koper kecil yang terdiri atas layar penunjuk waktu, dan juga rangkaian dari papan sirkuit. Kejadian ini tidak butuh waktu lama untuk menarik perhatian netizen di seluruh dunia, dan tindakan salah tangkap tersebut menuai banyak kecaman.
Jam digital buatan Ahmed Mohamed yang dibawanya ke sekolah (Kredit: Wired)
Jam digital buatan Ahmed Mohamed yang dibawanya ke sekolah (Kredit: Wired)
Tidak hanya itu, ternyata kejadian ini juga menarik perhatian para orang ternama di bidang teknologi yang berada di Amerika Serikat, sebut saja pendiri Facebook, Mark Zuckerberg yang mengundang Ahmed untuk datang ke kantor Facebook. Hal ini disampaikan langsung oleh Mark pada akun resminya di Facebook.
mark-0
Bukan hanya Mark yang mengundang Ahmed ke kantor perusahaannya, ternyata Google sendiri juga turut mengundang Ahmed pada acara Google Science Fair melalui akun Twitter Google tersebut. Dikatakan bahwa Google masih menyediakan satu bangku kosong untuk Ahmed.
Tidak mau kalah, petinggi perusahaan cloud computing bernama Box, Aaron Levie juga ikut mengundang Ahmed untuk datang ke kantor Box. Hal sama juga dilakukan oleh CEO dari perangkat lunak Autodesk, Carl Bass yang juga ingin Ahmed datang ke kantornya dan mengajak Ahmed untuk membuat sesuatu yang baru.
Berbeda dengan lainnya, Twitter tidak hanya memberikan undangan kepada Ahmed untuk datang ke kantor atau sekadar berbincang-bincang, namun juga memberikannya kesempatan magang di perusahaan berlogo burung berwarna biru itu, kesempatan yang sangat menjanjikan tentunya. Hal itu disampaikan melalui kicauan akun resmi Twitter sendiri.
Ternyata kasus ini tidak luput dari perhatian Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Obama juga berkicau melalui akun resmi di Twitter, yang mana turut mengundang Ahmed ke Gedung Putih, serta diminta untuk membawa jam digital buatannya yang keren itu.
Seakan mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, raksasa perusahaan teknologi, Microsoft juga ikut serta dalam mendukung Ahmed. Microsoft memberikan beberapa perangkat besutannya yang diharapkan dapat digunakan oleh Ahmed untuk menciptakan berbagai macam hal, yang tentunya sangat bermanfaat bagi orang banyak. Nampak jelas bahwa Microsoft memberikan perangkat seperti tablet Microsoft Surface Pro 3, serta sebuah perangkat komputer kecil seukuran kartu kredit, Raspberry Pi.
ahmed-microsoft

Semoga dengan kejadian salah tangkap ini tidak membuat Ahmed untuk patah semangat dalam menciptakan berbagai inovasi ya.
(ND/Wired)
Microsoft Ternyata Punya OS Berbasis Linux Lho! Ingin Tahu?

Microsoft Ternyata Punya OS Berbasis Linux Lho! Ingin Tahu?

Sistem operasi Windows yang saat ini merupakan OS paling populer di dunia menjadi wajah dari Microsoft. Namun siapa sangka, ternyata Microsoft juga mempunyai produk sistem operasi lain yang bahkan dibangun berbasiskan pada Linux. Sistem operasi tersebut bernama Azure Cloud Switch.
Satya-Nadella-Sebagai-CEO-Microsoft-Yang-Baru
Meski Azure Cloud Switch adalah OS berbasis Linux, namun keberadaan sistem operasi ini tak akan mengganggu eksistensi OS Linux seperti Ubuntu, Mint ataupun Fedora. Hal ini karena OS tersebut memang tidak ditujukan untuk komputer desktop biasa. Melainkan dipakai dalam jaringan komputer data center. Dan sesuai dengan namanya, sistem operasi ini juga ditujukan untuk berjalan pada sistem berbasis cloud Azure milik Microsoft. Jadi jelas kalau keberadaan sistem operasi cross-platform dari Microsoft ini tak akan menganggu tingkat penggunaan OS Linux di segmen desktop PC.
Microsoft pun tentunya punya alasan tersendiri kenapa mereka memilih untuk membangun sistem operasi Azure Cloud Switch dengan berbasiskan pada Linux. Kemungkinan besar, Linux dipilih karena platform open source tersebut merupakan pilihan terbaik untuk saat ini. Terlebih sebenarnya Microsoft juga mempunyai opsi untuk membangun sistem operasi ini berbasiskan pada Windows.
Microsoft sendiri mempunyai hubungan yang terbilang sangat baik dengan komunitas Linux. Perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates itupun beberapa kali terlibat dalam pengembangan Linux serta open source lain dalam beberapa tahun ke belakang. Bahkan Microsoft juga menjadi salah satu dari 20 perusahaan yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan kode kernel Linux di tiga tahun terakhir.
(BHK/Geek)

KELAHIRAN KWARDA LAMPUNG

I.         Kelahiran Kwarda Lampung.


 
   
Tahun 1961 Lampung masih menjadi karesidenan dan merupakan bagian dari propinsi Sumatera Selatan, dengan Residen Raden Muhamad ( ayah dari Letjen Himawan Sutanto / mantan Ka.Kwarnas ).

Kelahiran Gerakan Pramuka di daerah Lampung, dapat dikatakan besamaan  dengan kelahiran Gerakan Pramuka di Indonesia yaitu tanggal 14 Agutsus 1961. Hal ini dapat ditinjau dari penuturan salah seorang pelaku sejarah yaitu kak Hadi Suratman seorang pelatih senior yang saat ini masih hidup dan masih eksis serta aktif dalam kepramukaan yang mengalami dan menjalani langsung tahap dan peristiwa-peristiwa awal keberadaan dan perkembangan Gerakan Pramuka di daerah Lampung. Saat  awal kelahiran Gerakan Pramuka kak Hadi Suratman menjadi pemimpin yang membina kepanduan PKS di tempat beliau bertugas sebagai guru di SMP Negeri 2 Tanjungkarang. Sayang dokumentasi secara administratif maupun foto yang menunjukkan bukti keabsahan peristiwa tersebut tidak bisa didapat lagi karena pada saat itu semuanya masih serba terbatas.tetapi informasi dari kak Hadi Suratman ini dapat diakui kebenarnnya karena selain beliau masih ada pelaku sejarah yang hidup yaitu kak Muchtar Seman Truna Irawan , yang meskipun beliau tidak dapat aktif dalam Gerakan Pramuka tetapi masih memberikan perhatian dan dukungan terhadap Gerakan Pramuka.

Sebagai kelanjutan dari peleburan kepanduan menjadi Gerakan Pramuka pada tanggal 9 Maret 1961, dan diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 238 Tahun 1961  pada bulan Mei 1961, tokoh-tokoh kepanduan di daerah Lampung menerima Keppres Nomor. 238/1961 tentang peleburan Pandu menjadi satu wadah satu organisasi kepanduan yang disebut Pramuka ( Praja Muda Karana ) , beberapa tokoh kepanduan yang ada di Tanjungkarang antara lain Kakak Suwardi dari Pandu Rakyat, kak Usman Amin dari dari Pandu HW, Kak Raden Syarih Jufri dari Pandu N.A, Kak Sujas dari Pandu Katolik, Kak Aswar dari Pandu Islam ( S.I.A.P ), Kak Muhtar Seman dari Pandu Udara, Kak Hadi Suratman dari Pandu PKS dan beberapa orang lainnya berkumpul di rumah kak Suwardi, dan bermusyawarah menyikapi Keppres 238 tersebut.

Pertemuan tersebut menyepakati bagi pandu yang setuju meleburkan diri menjadi Pramuka tidak dihalangi dan bagi yang tidak setuju tidak ada permasalahan dan tidak perlu dimusuhi. Dari beberapa tokoh yang berkumpul tersebut disepakati kak Hadi Suratman , Kak Usman Amin  , Kak Syarih Jufri, untuk segera menghadap Bapak Walikotapraja Tanjungkarang-Telukbetung  yang saat itu yang dijabat oleh Bapak Zainal Abidin Pagar Alam untuk menyampaikan beberapa hal antara lain melaporkan adanya Keppres 238/1961, tentang Gerakan Pramuka dan mohon restu akan dibentuknya Gerakan Pramuka di daerah Lampung.  Dalam pertemuan dengan bapak Walikota itu dilaporkan juga rencana akan dilaksanakan pawai sosialisai Gerakan Pramuka Lampung bersamaam dengan kirab Gerakan Pramuka di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1961.

Pada tanggal 14 Agustus 1961, bersamaan dengan kirab sosialisasi Gerakan Pramuka di Jakarta, sebagaimana yang telah dilaporkan kepada walikota diadakanlah pawai Gerakan Pramuka berkeliling kota Tanjungkarang dengan rute dari lapangan Enggal ( saat ini Saburai ) menuju Durian Payung ( Jalan. Kartini ) terus kearah Bambu Kuning melalui Jalan Pemuda ( simpang empat kantor CPM, sekarang depan Pos Polsekta Tanjungkarang Pusat ), terus melalui Jln. Raden Intan dan kembali ke lapangan Enggal melalui pertigaan toko Gramedia ( sekarang jalan Tulangbawang ). Dalam pawai tersebut peserta masih mengenakan seragam pandu lama dengan peci nasional tetapi belum memakai  setangan leher pramuka seperti setangan leher sekarang. dalam pawai tersebut juga tidak dipakai setangan leher pandu dan segala atributnya. Sesampainya di lapangan Enggal, beberapa tokoh berkumpul kembali untuk menindaklanjuti pembentukan Gerakan Pramuka di daerah Lampung. Perkembangan selanjutnya terbentuklah Kwartir Cabang Tanjungkarang/Telukbetung ( nama sebelum Bandar Lampung ) dengan Ka. Kwarcab yang pertama Kak Syoekri Koharurizal, Sekretaris kak Muhtar Seman Truna Irawan dan Kak Hadi Suratman, Andalan cabang uurusan lat latihan  kak Suparto RS., Andalan urusan Rohani Islam kak M. Yasin dan kak Urip, Urusan Rohani Katolik kak Sujas dan beberapa pengurus lainnya yang ditunjuk.

Setelah karesidenan Lampung terpisah dari propinsi Sumatera Selatan pada tahun 1964 dan menjadi Propinsi Lampung dengan ibukota Tanjungkarang/Telukbetung maka dibentuklah Kwartir Daerah Lampung pada tahun itu dan yang menjabat sebagai Ketua Kwarda yang pertama adalah Kak Yunada SH, dengan sekretaris Letnan Salim, Andulat Kak Suparto RS., Anduperkap kak Hadi Suratman , Andukeb Kak.M.Basir dan pengurus lainnya.

II.  Masa pertumbuhan dan berperan

Seiring dengan perjalanan waktu terbentuklah empat kwartir cabang Gerakan Pramuka yaitu Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung, Lampung Utara, pada tahun 1962 yang ditandai dengan pelantikan pengurus Kwartir Cabang dengan Ketua Kwartir Cabang pertama kak Saleh Achmad ( mantan tokoh pandu SIAP ) selanjutnya berdiri dan dilantik Kwartir Cabang Lampung Tengah, dan Kwartir Cabang Lampung Selatan sesuai dengan jumlah kabupaten dan kotapraja di provinsi Lampung saat itu. Secara bertahap masing-masing kwartir cabang melakukan penyempurnaan organisasi dan personil pengurusnya, dan melakukan pembinaan bagi anggota dan peserta didiknya. Pembinaan ini diwujudkan dalam bentuk latihan para anggotanya, dengan mengadakan kegiatan ditingkat  satuan-satuan gugusdepan, maupun menyelenggarakan kegiatan tingkat kwartir cabang dan tingkat kwartir daerah, bahkan tingkat nasional.

Sejalan dengan kebijakan kwartir nasional para pengurus dan Pembina aktif mengikuti pertemuan-pertemuan tingkat nasional antara lain pada bulan April 1962 di Bogor Jawa Barat, mengikuti Muker Anpuda I /Andalan Pusat dan Daerah nama musyawarah Gerakan Pramuka sebelum berganti nama dengan Munas, dan mengikuti Muker Anpuda II di Senayan Jakarta pada tanggal 7 s.d 13  Agustus 1963. Dan Muker Anpuda III tahun 1966 di Pasar Minggu. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan Gerakan Pramuka dan kebutuhan tenagapembina   pramuka maka Kwartir Nasiolan  Gerakan  Pramuka  menyelenggarakanKursus  Pembina  pada  tanggal 8 s.d 24 November 1964 di Senayan dan Pasar Minggu Jakarta yang diselenggarakan oleh satu lembaga  pendidikan yang bernama PUSDIKA (Pusat pendidikan kader Gerakan Pramuka ) Candradimuka. Kursus ini dilanjutkan dengan Kursus Aplikasi pelatih pada tanggal 12 s.d 15 Desember 1964. Pada kesempatan tersebut daerah Lampung mengikutsertrakan 12 ( duabelas) orang pembinanya yang terdiri dari pembina satuan siaga, penggalang dan penegak yang mewakili empat kwartir cabang Gerakan Pramuka daerah Lampung masing-masing Kwartir Cabang Kotamadya Tanjungkarang-Telukbetung ( nama Bandar Lampung saat itu ) , Kwartir Cabang Lampung Selatan, Kwartir Cabang Lampung Utara, dan Kwartir Cabang Lampung Tengah. Dua belas orang Pembina ini merupakan Pembina mahir pertama, juga sekaligus sebagai pelatih Pembina Pramuka di Kwarda Lampung .

Tindak lanjut dari kursus aplikasi pelatih ini ini para pembina lulusan Kursus yang telah berpredikat pelatih tersebut melaksanakan kurus yang sama bagi pembina pramuka di daerah Lampung pada tanggal 1 Mei sampai dengan 25 Mei 1965  bertempat di komplek Lembaga Malaria ( sekarang Dinas kesehatan ) propinsi Lampung, Jl.dr.Susilo Pahoman Bandar Lampung. Kursus pembina pramuka yang pertama ini dilaksanakan oleh DADIKA (Daerah Pendidikan kader Gerakan Pramuka) Intan Pura. dipimpin oleh kak Soeparto Rusman, dengan anggota 11 orang pelatih yang mengikuti kursus pembina dan Aplikasi pelatih di Jakarta. Secara bertahap Gerakan Pramuka di Lampung memperkuat keberadaan dan pengembangan organisasinya dengan meningkatkan segala upaya untuk mendukung laju jalannya organisasi dengan berbagai kegiatan baik bagi pengurus kwartir, pembina maupun peserta didik.

III.     Masa pengembangan dan meningkatkan kemampuan

Sejalan dengan perkembangan dan pemekaran daerah di propinsi Lampung maka kwarda Lampung juga melaksanakan pengembangan kwartir cabang pada tahun 1984 kwartir cabang di kwarda Lampung yang semula hanya memiliki 4 kwartir cabang berkembang menjadi 5 kwartir cabang ,kemudian berkembang menjadi 7 kemudian berkembang menjadi 10 kwartir cabang. Perkembangan terakhir sampai dengan 50 tahun usia Gerakan Pramuka pada tahun 2010 kwartir daerah Lampung memiliki 14 Kwartir cabang sejalan dengan pemekaran Daerah Otonomi di provinsi Lampung yaitu 2 kota dan 12 kabupaten. Keberadaan kwarda Lampung diwujudkan dalam aktifitas pembinaan organissi dan anggotanya yaitu peserta didik dan anggota dewasa sebagai pelaksana dan fasilitator sesuai dengan kapasitas, fungsi dan tugas masing-masing.

Dalam bidang pngembangan Satuan Kaya Kwarda Lampung menyesuaikan dengan pembentukan dan pengembangan Satuan Karya tingkat nasional. Dimulai dengan pembentukan Kompi Taruna Bumi ( nama sebelum Saka Tarunabumi ) pada tahun 1966, Komandan Kompi Taruna Bumi yang pertama adalah Kak Jauhari ( Denca seorang pandega yang membina regu LT IV tahun 1964, dan Pramuka Samudra ( nama sebelum Saka Bahari ) dipimpin oleh kak Harjulian Suwardi. Kwarda Lampun menjadi daerah yang mencetuskan Saka Bhakti Husada dan menguatkan keberadaannya melalui penyelenggaraan dan keikutsertaan dalam berbagai kegiatan baik ditingkat daerah, nasional, maupun internasional.


Pada tahun 1977, Kwarda Lampung menjadi salah satu unit pusat pengembangan Apiari Nasional di Natar Lampung Selatan. Dalam dasa warsa pertama ini kwarda Lampung juga tidak tertinggal menikuti berbagai kgiatan tingkat nasional dan internasional antara lain.

a.      Kegiatan peserta didik.
Kegiatan peserta didik tingkat nasional yang pertama diikuti oleh kwartir daerah Lampung adalah Lomba Tingkat Nasional yang ketika itu dikenal dengan istilah Lomba Tingkat IV ( LT IV ) pada tanggal 1 s.d 14 Agustus di 1964 di Cijantung Jakarta. Dalam LT IV ini Kwarda Lampung mengikutsertakan 2 regu penggalang putera – puteri  pemenang lomba ( LT III) tingkat daerah.  Kegiatan LT tingkat nasional yang kemudian menjadi LT V dikuti oleh Kwarda Lampung sampai yang terakhir  tahun 2006 di Jakarta dan berhasil menjadi regu berprestasi tertinggi.

Pada tanggal 5 s.d 30 Agutsus 1968 Kwartir Daerah Lampung mengikutsertakan penegak dan pandeganya dalam kegiatan perkemahan Wirakarya I ( PW ) nasional di Cihideung Bogor Jawa Barat. Diakhir dasa warsa pertama kwarda Lampung dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan Perkemahan Wirakarya II ( PW ) nasional di Gisting atas, Lampung Selatan pada tanggal 17 Juli s.d 28 Agustus 1971. Kegiatan yang diawali dengan Perkemahan tingkat daerah ini diikuti oleh seluruh kwartir daerah se Indonesia. Berbarengan dengan pelaksanaan Perkemahan Wirakarya itu pada tanggal 4 s.d 14 Agustus 1971 kwarda Lampung juga mengikutsertakan 4 orang penggalang dan 1 orang pembina dalam Jambore dunia di Asagiri Hight Jepang. Kegiatan perkemahan Wirakarya tingkat nasional ini juga dilaksanakan kembali di desa Gisting atas pada tahun 1983 dengan proyek pembangunan instalasi air bersih.

Kwarda Lampung juga selalu mengikutsertakan peserta didik dalam setiap kegiatan Jambore nasional sejak yang pertama tahun 1973,  sampai dengan yang terakhir tahun 2006 di Jatinangor Sukabumi Jawa Barat. Dalam Jambore nasional yang pertama di Cibubur, Kwarda Lampung diberi peran pada upacara pembukaan yaitu prosesi penyambutan masyarakat Lampung (diwakili oleh sepasang muli meranai / bujang dan gadis Lampung yang berpakaian adat Lampung ) menerima obor Transmigrasi yang meneyeberangi laut ( disimbolkan dengan menyeberangi danau Situ Baru) sebagai simbol bahwa Lampung siap menerima saudara-saudaranya para transmigran dari seberang.

Pada tahun 1972 Kwarda Lampung menerima transmigrasi pramuka (transpram) program Kwartir Nasional pertama yang ditempatkan di Way Abung Lampung Utara ( sekarang kabupaten Tulang Bawang Barat ), dan yang kedua di Rajabasa Lama Lampung Tengah ( Sekarang kabupaten Lampung Timur ) pada tahun 1973. Kwarda Lampung juga tidak pernah absen mengikutsertakan anggotanya dalam kegiatan Perppanitra ( nama sebelum Raimuna ) setelah Perppanitra yang pertama pada tanggal 21 s.d 26 Agustus 1969 di Cimanggis Bogor sampai dengan Raimuna yang terakhir tahun 2008 di Jakarta. Kegiatan Perti Saka juga diikuti Kwarda Lampung sejak yang pertama sampai yang taerakhir tahun 2008 di Jakarta, demikian juga kegiatan Peran Saka yang terakhir diikuti tahun 2010 di Batam. Peserta didik juga turut berperan dalam kepengurusan tingkat nasional antara lain Ridho Ficardo, Tri Indah Noviana, Titi Maryanti, Eko Andriyanto dan  Ella Novrianti sebagai pengurus Dewan Kerja Penegak Pandega Nasional.

b.     Kegiatan anggota dewasa.
Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan kompetensi anggota dewasa untuk membina peserta didik dan pelaksana organisasi Kwarda Lampung selalu mengikuti dan menyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi anggota dewasa baik dalam bentuk kursus pembina, pelatih maupun pertemuan-pertemuan lain sejak Kursus Pembina Mahir yang pertama tahun 1964, sampai dengan yang terakhir tahun 2010.

Kwarda Lampung juga berkali-kali diberi kepercayaan dan menjadi pelaksana kegiatan bagi anggota dewasa tingkat nasional yang diselenggarakan kan di Kwarda Lampung. Andalan Kwarda Lampung juga pernah berperan dalam kepengurusan tingkat nasional antara lain : Kak.Subki E.Harun, kak H.Mursyid Arsyad, sebagai andalan Nasional, Kak Faried Djahidin sebagai anggota tim Verifikasi nasional, Kak Joko Mursitho sebagai Kepala Pusdiklatnas, serta Kak M. Afif Anshori dan  Kak M.Syarief Hidayat sebagai anggota Tim Pelatih Pusdiklatnas.

IV.             Kepengurusan Kwartir
Kepengurusan kwartir daerah Lampung silih berganti sejalan dengan masa baktinya. Sejak tahun 1961 sampai dengan 50 tahun Gerakan Pramuka kwartir daerah Lampung telah melaksanakan 13 kali musyawarah daerah termasuk Musyawarah kerja Andacab sebelum ada istilah Munas, dan Musda, telah 9 kali berganti Majelis Pembimbing Daerah, dan 11 kali pergantian  Ketua Kwartir Daerah dalam beberapa kali periode kepengurusan. Dibidang pembinaan dan pengembangan kepemimpinan melalui lembaga Dewan Kerja Penegak-pandega, kwartir daerah Lampung juga membentuk dan memfungsikan Dewan Kerja Penegak – Pandega Kawarda Lampung. Sejak tahun 1969 DKD Lampung telah mengalami 15 kali pergantian ketua dalam beberapa peride kepangurusan.

Secara periodisasi Majelis Pembimbing daerah dan Ketua kwartir Daerah serta Dewan Kerja daerah adalah sebagai berikut:
             

DAFTAR NAMA KETUA. MABIDA, KETUA. KWARDA DAN KETUA DKD
KWARTIR DAERAH  LAMPUNG PERIODE 1961 – 2011
No.
Ketua.Mabida
Ketua.Kwarda
Ketua.DKD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Raden Muhamad ( Residen)
Koesno Danupojo
Zainal Abidin Pagar Alam
Sutiyoso
Yasir Hadi Broto
Poedjono Pranyoto
Drs. Oemarsono
Sjachroedin ZP
R. Yunada, SH.
May ( L ) Abdul Moeloek
May ( L ) Siswo Suwarno
Drs. Thabrani Daud
Letkol. Pol (Pur) R. Suhardini
Drs. H. Subki E.Harun
Drs. Suwardi Ramli
H. Mursyid Arsyad,SH.
Ir. Rachmat Abdullah
Hi. Sjacrazad ZP., SH

Upik Suprihati,
Masduki
Hermawati. CA.
YP Surachmat
Joko. SS. Hartono
Andri Wida  yanti
Catur Agus Dewanto
Sunarti
Mubasit, SA.
Eko Setiawan
Afrianta
Roni Gustian
Dian Kusuma Sailendra
Jaka Wijaya.

MENGENAL BADGE KWARDA LAMPUNG

Mengenal Badge Kwarda Lampung
 


Dasar                      : Skep Kwarda Lampung   No. 314a/K/O/KPTS/1977
                               tanggal 15 Juni 1977
Pencipta Lambang    : Drs. M. Syarief Hidayat

I.    BENTUK / DASAR LAMBANG

Perisai segilima berwarna cokelat tua, membentuk setitiga makin yang makin membesar keatas, diapit oleh warna cokelat muda dikanan-kiri bergaris tepi warna hitam.

Perisai melambangkan :
Ketahanan mempertahankan cita-cita, Dasar Negara Pancasila

Warna Cokelat Tua dan Cokelat Muda melambangkan :
Tanah tumpah darah suatu bangsa, dan pakaian seragam bagi anggota Gerakan Pramuka

II.    ISI / LUKISAN LAMBANG

1.    Pita putih bertuliskan PUTRA SABURAI, berarti :
-    Putra-putra Daerah Lampung ( Putra Sai Bumi Ruwa Jurai )

2.    Siger bersegi sembilan, warna kuning emas sebagai lambing Daerah Lampung, Siger selalu dipakai dikepala pada upacara-upacara tertentu, melambangkan :
-    Para Pramuka sebagai putera Daerah Lampungh selalu menjunjung tinggi / menjaga nama baik dan martabat Daerah Lampung

3.    Dua cikal berwarna hijau didalam bunga leli warna putih, melambangkan :
-    Pramuka putera-puteri sebagai tunas muda harapan bangsa yang mempunyai cita-cita suci

4.    Lidah api warna merah membentuk mahkota dengan lekuk jilatan sepuluh, melambangkan :
-    Dasa Darma sebagai pedoman hidup bagi anggota Gerakan Pramuka yang menjadikan sebagai warga Negara yang baik dan berguna bagi Nusa dan Bangsanya.
-    Semangat Dasa Darma dijadikan pendorong bagi anggota Gerakan Pramuka dalam membangun diri, masyarakat, bangsa dan Negara.

5.    Permata / mustika berbentuk tiga kelopak berwarna putih keluar dari dasar jilatan api, melambangkan :
-    Tri Satya sebagai Kode Kehormatan tertinggi bagi setiap anggota Gerakan Pramuka dalam menjalankan kewajiban hidupnya baik kepada Tuhan maupun kepada Negara dan Bangsanya.
-    Pramuka sebagai produk yang tangguh hasil gemblengan Dasa Darma.

6.    Pita Putih bertuliskan LAMPUNG, menaungi seluruh bagian dari lukisan lambang, mempunyai arti :
-    Daerah Lampung sebagai wadah / tempat bagi anggota Gerakan Pramuka dalam memperoleh dan melakukan kegiatan.

III.    KESIMPULAN ARTI LAMBANG
Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Lampung sebagai wadah/penempa yang menggembleng para Pramuka sebagai tunas harapan bangsa sehingga menjadi warga negara yang kokoh, kuat, dan gigih membangun Daerah Lampung khususnya dan Negara Indonesia umumnya dengan jiwa dan semangat Tri Satya dan Dasa Darma serta berlandaskan Pancasila.

GUNUNG PESAGI LAMPUNG BARAT

GUNUNG PESAGI LAMPUNG BARAT

Sengaja saya menuliskan artikel tentang gunung pesagi, karna gunung ini merupakan keramat dilampung khususnya saya sebagai putra daerah lampung barat&juga merupakan asal dari keturunan lampung

Gunung Pesagi memiliki ketinggian 2231 mdpl Terletak di Kabupaten Lampung Barat. Gunung Pesagi adalah gunung tertinggi di Propinsi Lampung memang terasa tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan gunung-gunung lain. Gunung Pesagi memiliki keunggulan tersendiri termasuk kategori gunung yang memiliki jalur yang menantang terutama Hutannya yang perawan dan Tracknya yang membentuk penyambungan seperti Jembatan Sirotol Mustaqim.


Gunung Pesagi memiliki 3 Jalur pendakian, diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesulitan medan perjalanan menuju Puncak Pesagi, yaitu :



1. Jalur Patah Hati (Desa Bahway – Dusun Way Pematu)

Pos 1 – Pos 2

Jalur menuju pos 2 merupakan jalur pemukiman penduduk Desa Bahway. Jalur ini berupa jalan batu yang landai dengan panorama pemandangan alam desa yang khas. Di kanan dan kiri jalur terdapat aliran sungai, areal persawahan, dan perumahan tradisional masyarakat Desa Bahway. Jalur ini cukup panjang dan bisa dianggap ”Bonus” tetapi tetap menantang karena jalur yang dilewati cukup licin sampai akhirnya kita akan menemukan perkebunan kopi melewati jalan setapak menuju pos 2. Waktu tempuh 1,5 Jam perjalanan standar.

Pos 2 – Pos 3

Disinilah ujian sesungguhnya dimulai. Pada jalur ini kita akan melewati sungai dan melewati sedikit perkebunan kopi, selanjutnya kita akan menjumpai sungai untuk yang kedua kalinya alirannya disini pun cukup deras, setelah melewati sungai mulai masuk kedalam hutan, dahulu pintu rimba gunung pesagi ditandai dengan dua buah pohon besar yang menjulang tinggi di kanan kiri jalur, namun saat ini kedua pohon itu tidak ditemui karena telah tumbang. Setelah memasuki pintu rimba jalur menuju pos 3 berupa tanjakan panjang dan licin, kita harus berhati-hati karena jalur ini banyak terdapat pohon rotan yang masih berduri dan menghalangi jalan sampai ke pos 3. Waktu tempuh 1,5 Jam perjalanan standar

Pos 3 – Pos 4

Pada Jalur Pos 3 – Pos 4 ini dapat ditemukan tanaman ”Angrek Macan”, termasuk kategori bunga yang khas dan indah dari tanaman ini adalah batangnya yang mempunyai Loreng atau bercak hitam putih menyerupai macan. Selain anggrek macan kita juga akan menjumpai tanaman kantong semar yang banyak ditemukan sampai ke pos puncak. Jalur semakin menantang semakin terjal dan tidak terdapat sumber air, Vegetasi hutan semakin rapat dengan tanaman pakis dan rotan yang masih setia menggoda dan mencubit para petualang, kekuatan karakter hutan pesagi sangat tampak, hutan yang masih rapat dan lembab. Waktu tempuh 1 Jam perjalanan standar

Pos 4 – Pos 5

Jalur antara Pos 4 – Pos 5 termasuk kategori berbahaya. Pada jalur ini kita akan menikmati jalur yang mulai pindah punggungan gunung dari punggungan satu ke punggungan lainnya, sesuai dengan Nama Gunung ini Pesagi karena gunung ini berbentuk persegi yang menciptakan banyak punggungan dan diantara punggungan adalah lembah sehingga dituntut sangat waspada karena terdapat jurang, melewati dan membelah jalur air terjun/curup mati dan sungai kecil yang sangat licin. Waktu tempuh 1 Jam perjalanan standar

Pos 5 – Puncak Pesagi

Jalur antara Pos 5 – Pos 6 adalah jalur yang paling ekstrim pada jalur inilah asal muasal ”Jalur Patah Hati”, beranjak dari Pos 5 menuju Pos 6 atau air terjun Badas Gumpalan maka kita harus sedikit memutar dengan tanjakan terjal guna menghindari air terjun, kemudian disuguhi sedikit susur sungai dengan kondisi cukup landai atau ”Bonus”, belum selesai kita bergumam jalur kembali menanjak mencapai 40 – 50 derajat yang terkadang memaksa untuk merayap, mencari akar pohon sebagai pegangan dan naik keatas batang pohon, disini hutan benar-benar rapat belum terjamah tangan jahil dan banyak terdapat Pohon ”Tas” yang konon menurut kepercayaan penduduk setempat hanya ada di Gunung Pesagi dan tidak terdapat didaerah lain serta dipercaya mampu mengusir makhluk gaib, mengusir ular dan membawa keberuntungan. Disinilah View indah tersaji kembali,kita bisa melihat sebelah kanan dan kiri adalah lembah dengan gemercik air dan tiupan angin terdengar bagai alunan nada alam, kemudian didepan kita tampak adalah Puncak Pesagi dan dibelakang adalah Ujung Tanjung.

Pada Ujung Tanjung terdapat juga Puncak tetapi lebih rendah dari Puncak Pesagi, kita tidak melewati Puncak Ujung Tanjung karena jalurnya yang berbeda, pada Puncak Ujung Tanjung terdapat susunan batu-batu besar yang tersusun rapi bagaikan areal Sholat dengan Batu yang menyusun laksana ruangan Imam saat Sholat dan Batu susunan lainnya membentuk saf sebagai jamaahnya oleh karena itu disebut ”Batu Masjid”.

View yang indah telah dilewati, kini peserta harus bersiap menyongsong Fast Break sebuah tanjakan terakhir dan terekstrim, ini jalur dimana tanjakan yang dihiasi oleh bertebaran dan malang-melintangnya batang pohon tumbang yang terbakar karena suksesi alami yang terjadi di Gunung Pesagi, merayap salah, naik pohon yang malang melintang disepanjang jalur juga salah. Jalur ini memaksa Dengkul dan Dagu kita sampai bersentuhan, bayangkan dan coba lakukan bagaimana dengkul anda sampai ke dagu anda sendiri. Jalur ini memang dan benar-benar ekstrim, ”Don’t Try at Home” karena dirumah tidak akan ada jalur ini maka datang dan nikmati langsung ke Gunung Pesagi. Setelah melewati jalur ini dengan sedikit menikmati jalan yang landai, sampailah di Puncak Pesagi. Puncak Pesagi menurut masyarakat Lampung Barat adalah tempat turunya agama Islam di Propinsi Lampung sekaligus “Tangga Langit” karena jika kita berdoa di puncak pesagi takkan ada lagi yang menghalangi dan doa langsung sampai di Atas. Waktu tempuh 1,5 Jam perjalanan standar.

2. Jalur Pendakian Standar (Desa Bahway – Dusun Ramuan)

Pos 1 – Pintu Rimba

Jalur menuju Pintu Rimba merupakan areal perkebunan kopi penduduk, setelah sebelumnya kita akan melewati perumahan penduduk. Waktu tempuh 1,5 Jam perjalanan standar


Pintu Rimba – Gisting

Jalur menuju gisting sedikit menanjak tetapi cukup panjang, disini kita juga telah merasakan hutan pesagi yang rapat, setelah itu maka kita akan sampai di Pos ini yang bernama Gisting, disini terdapat sumber air yang terletak 20 meter kebawah, sumber air ini tidak kering meskipun saat musim kemarau karena berasal dari aliran sungai yang melewati celah-celah batu hingga selalu mengalir dan tertampung dalam cekukan batu yang terdapat disekitar sumber air. Waktu tempuh 2,5 Jam perjalanan standar

Gisting – Penyambungan

Beranjak dari Gisting kita akan langsung menikmati ”Super Tanjakan” untuk dapat mencapai batu pipih, batu pipih adalah batu yang berbentuk pipih yang berdekatan dengan ukuran yang cukup lebar bahkan cukup jika dipakai beristirahat sambil merebahkan badan. Panorama pada batu pipih ini sangat indah, disini kita bisa melihat jalur ujung tanjung dan deretan bebatuan besar yang berdiri tegak menopang Puncak Pesagi dan apabila terkena cahaya bagai kilau mutiara.

Setelah melewati batu pipih kita akan berhadapan dengan jalur yang banyak dihiasi pohon tumbang hasil dari suksesi alami yaitu kebakaran yang terjadi secara alami, baru kemudian kita akan menikmati Jalur susunan batu bertingkat yang direkatkan secara alami oleh lapisan tanah membentuk sebuah tebing yang dinamakan Penyambungan, ini satu lagi yang dinamakan penyambungan seperti Jembatan Sirotol Mustaqim. karakter ini tidak akan ditemui kemiripannya pada Gunung-gunung lain. Waktu tempuh 1 Jam perjalanan standar



Penyambungan – Puncak Pesagi

Setelah penyambungan kita akan menikmati wilayah hutan lumut dengan suasana yang lembab tetapi track yang mulai landai karena telah berada di kawasan Puncak.

Pada puncak Gunung Pesagi, kita dapat menyaksikan indahnya liukan Danau Ranau, permukiman masyarakat OKU, laut lepas Krui, dan laut lepas Belimbing. Selain menyaksikan keindahan alam dari kejauhan, banyak lagi pemandangan yang dijumpai di puncak. Di antaranya tugu peninggalan Belanda, yang merupakan tanda batas wilayah kekuasaan Belanda kala itu, Sumber mata air Sumur Tujuh yang terletak ± 20 meter turun sedikit dari Puncak.

Sumber mata air Sumur Tujuh.


Menurut cerita rakyat hanya orang beruntung yang dapat menemui dan mengambil air disumur tujuh ini bagi yang tidak beruntung sumur tujuh ini akan kering dan tidak terdapat air, satu lagi adalah Pancuran Mas, sumber mata air yang tidak pernah kering tapi cukup sulit mencapainya karena terjalnya dan curamnya jalur, butuh waktu 30 menit pulang pergi dari puncak untuk mencapai Pancuran Mas. Waktu tempuh 1 Jam perjalanan standar.

3. Jalur Desa Hujung Simpang Luas

Pada jalur ini cenderung lebih landai dan lebih mudah untuk menjangkau Puncak Gunung Pesagi. Relatif tidak menemukan pemandangan yang indah di sepanjang jalan Waktu tempuh 5 Jam perjalanan standar.

SEJARAH PEKON KENALI ( DESA KENALI ) LAMPUNG BARAT

Dari salah satu legenda tentang sejarah Kenali seperti yang diceritakan dari mulut kemulut di desa Kenali, berupa kejadian jauh sebelum agama islam masuk ke daerah BELALAU di sebuah dataran sebelah selatan danau Ranau , tersebutlah kisah sebagai berikut :

Pada suatu saat dari Hindia Belakang berlayarlah seorang pelaut yang bernama LALAULAH bersama 9 orang teman karibnya. Mereka berlayar ke arah timur setelah mampir di Filipina selama beberapa waktu, mereka berlayar kembali dan sampai di Sumatra Barat serta menetap disana untuk sementara waktu. Pagaruyung mereka meneruskan pelayaran ke arah selatan.

Sesampainya di perairan Samudra Hindia yang ganas perahu mereka rusak diterjang gelombang samudra dan terdampar di Krui. Kemudian mereka mendarat dan melakukan perjalanan naik ke dataran tinggi yang mereka namakan PESAGI, karena dari puncak gunung tersebut dapat memandang ke segalah arah dan terlihat selalu sama. Dari atas puncak gunung itu Lalaulah dan anak buahnya melihat ke arah hutan yang lebat, lalu mereka turun ke sana. Ternyata hutan tersebut merupakan hutan pohon Sekala yang sangat lebat, karena itu daerah tersebut mereka namakan SEKALA BERAK (berak artinya luas).

Di dalam hutan yang sangat luas tersebut mereka menemukan sebuah pohon aneh, pohon nangka yang mempunyai cabang dari jenis pohon lain yaitu sejenis pohon hutan bergetah yang disebut SEBUKAU, karena itu pohon tersebut dinamakan Nangka Sebukau atau Melasa Keppapang. Disanalah mereka bersama penduduk asal daerah itu mereka menamakan dirinya BUAY TUMI di sanalah mendirikan kampung yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Sekala Berak.

Penduduk Kenali percaya bahwa asal usul desa Kenali pertama kali berada di BERSANI di daerah kaki gunung pesagi sebelum pindah ke Kenali Tuho dan kemudian ke lokasi Kenali yang sekarang. Bernasi dahulu dihancurkan musuh rata dengan tanah, terutama saat datang Islam ke Belalau.


Lokasi & Perpindahan Desa

Kalau kita mengikuti sejarah keberadaan desa Kenali itu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan gunung Pesagi di daerah Belalau sendiri. Dikisahkan pada masa kejayaan kerajaan Kenali desa itu dibangun tepat di kaki lereng gunung Pesagi sebuah gunung legendaris yang penuh misteri sama halnya dengan kerajaan Kenali itu sendiri, di sebuah dataran yang disebut Bernasi. Menurut keyakinan orang Kenali, setelah masuknya agama islam ke Belalau, kerajaan Kenali di lereng gunung Pesagi dihancurkan musuh.

Penduduknya pindah ke Kenali Tuho yang dikenal dengan Pekon Undok terletak di sebelah Timur lokasi desa Kenali yang ada sekarang. Pada masa penjajahan Belanda di daerah belalau dibuka jalan baru sampai ke desa Kenali sekarang. Kemudian penduduk desa Kenali pun pindah ke desa Kenali sekarang menyesuaikan dengan keberadaan jalan itu. Pada saat gempa bumi besar tahun 1933 sebagian desa Kenali ikut runtuh sehingga ada rumah – rumah yang dulu mereka pindahkan dibangunan baru dengan struktur dan konstruksi yang berbeda dengan sebelumnya.

Desa kenali yang ada sekarang pada awal perpindahannya sebenarnya terdiri dari tiga buah desa yang lama kelamaan berkembang dan menjadi satu desa Kenali. Pada saat ini desa Kenali terletak tepat di sebelah sebuah jalan raya yang menghubungkan kota Kotabumi dengan kota Liwa dan diapit dua buah sungai yaitu Way Semangka di sebelah Utara serta Way Lakak di sebelah Selatannya.


Tinjauan Arsitektur Tradisional KENALI

Bentuk Arsitektur

Dari hasil observasi terhadap bentuk bangunan arsitektur tradisional Lampung yang terdapat
di
desa Kenali saat ini, maka bentuk arsitekturnya dapat dikatakagorikan kedalam 4 macam bangunan yang dominan antara lain adalah sebagai berikut :

• Tata letak dan lingkungan desa yang dinamakan Pekon.

• Rumah tinggal yang dinamakan Lamban.

• Lumbung yang dinamakan Walay.

• Situs pemujaan jama poyang yang berupa altar berbentuk batu keppapang untuk pabon
yang teretak pada komplek pemakaman tua.

Pekon


Pekon Kenali pada awalnya terletak di daerah lereng gunung Pesagi di dataran yang disebut Bernasi, bentuk desa awal ini kini tidak mungkin ditelusuri kembali karenamenurut penduduk setempat desa itu telah hancur dantertimbun tanah.Dari Bernasi penduduk Pekon Kenali awal pindah ke Pekon Kenali Tuho yang dikenal dengan nama Pekon Undok terletak di bagianatas di sebelah timur desa kenali yang ada sekarang, menurut informan para tetua Kenali pola pemukiman ini berbentuk melingkar sedikit Oval.


Dengan pindahnya penduduk ke Pekon Kenali sekarang pola pemukiman dalam bentuk lama sudah ditinggalkan, karena lingkungan pemukiman desa sudah menyesuaikan dengan adanya jalan raya yang dibuat oleh pemerintah Belanda pada masa itu. Pada tahap pertama pertumbuhan desa Kenali memanjang ke kiri kanan jalan raya utama. Kemudian setelah penduduknya kian bertambah maka keturunan generasi selanjutnya mengembangkan pemukimannya ke arah selatan sejajar dengan pola desa yang ada membentuk desa saf ke tiga sejajar dengan desa ke satu dan ke dua.


Dengan adanya pola pengembangan ini pada masa sekarang, pengertian pusat pada sebuah desa mulai kabur. Terlihat arah pengembangan desa cendrung membuat sumbu ke gunung pesagi, bagi generasi yang lebih muda terus bergeser ke selatan, sehingga sangat memperkuat arah orientasi utara selatan yang ditandai oleh adanya gunung Pesagi sebagai pusat kekuatan kosmos dan orientasi kesakralan. Walaupun sesungguhnya orientasi rumah tetap ke arah jalan utama.


Lamban

Lamban di desa Kenali adalah tempat tinggal keluarga batih, kehidupan bersama dalam sebuah rumah di ibaratkan sebagai berlayar dengan sebuah kapal, karena itu bagi keluarga yang tidur dalam sebuah rumah dahulu dikenai aturan harus membujur kearah haluan disebut tidur jura.

Pada bangunan arsitektur tradisional kenali yang tua terdapat dua jenis tipe rumah tinggal atau Lamban. Jenis pertama adalah rumah tempat tinggal untuk para bangsawan desa atau golongan punyimbang, sedang jenis lainnya adalah rumah yang diperuntukkan bagi penduduk golongan masyarakat biasa bukan keturunan keluarga punyimbang.

secara umum bentuk tersebut hampir sama, perbedaan yang pokok hanyalah terletak pada adanya penambahan denah ruang ke arah belakang serta adanya tambahan hiasan dalam bentuk perlambang dengan atribut – atribut tertentu bagi rumah para bangsawan dan punyimbang.

Bentuk umum rumah tua masyarakat tradisional desa Kenali adalah rumah penggung yang tidak terlalu tinggi, kira-kira sekitar 1.5 m tingginya dari tanah. Dilihat dari bentuk atapnya, rumah tradisional Kenali berbentuk tajug atap piramida atau tenda. Bentuk denah dasar dari rumah tradisional Kenali adalah Pesagi (persegi empat) dengan sedikit penambahan atapnya ke arah samping. Seiring waktu bentuk rumah pada masyarakat Kenali atapnya berbentuk limasan dan bentuk dasar denahnya adalah persegi panjang.


Walay

Bangunan lumbung di desa Kenali dan daerah Belalau lebih dikenal dengan sebutan Walay. Bangunan Walay tradisional desa Kenali merupakan bangunan kecil berukuran sekitar 2 x 2 M2, terbuat dari kayu dengan atap ijuk berbentuk Tajug (atap piramidal).


Bangunan Walay berbentuk panggung setinggi 1 m, sistem peninggian lantainya menggunakan tumpukan kayu bulat yang bersilangan terletak di atas umpak batu untuk menjaga kontak langsung dengan permukaan tanah agar kayu landasan penggungnya tidak cepat lapuk dan rusak.

Bentuk bangunan Walay seperti ini di desa Kenali pada saat ini tidak ditemukan lagi, karena sekarang bentuk peninggian latai sudah menggunakan tiang – tiang untuk menghindari naiknya tikus ke dalam lumbung lewat tumpukan kayu – kayu landasannya.


Altar

Berdasarkan artefak budaya dan bangunan arsitektur Lampung di desa Kenali banyak didapat artefak budaya jaman megalit, salah satunya berupa altar tempat upacara Pabon sebagai cerminan ritual jaman nenek moyang untuk mempersembahkan korban berupa anak perawan yang sudah meningkat dewasa kepada dewa – dewa dan nenek moyang serta sumber – sumber kekuatan supra natural lainnya.

Dilihat dari bentuk arsitekturnya, bagian – bagian pelataran upacara terdiri dari susunan batu– batu pipih yang diletakkan di tanah secara berurutan sebanyak 9 buah, disusun tiga buah berurutan ke belakang. Jarak antara batu – batu tersebut adalah sekitar 5M ke arah samping dan 5M ke belakang. Ini dimaksudkan sebagai tempat duduk para raja dan pimpinan desa.



Di depan 9 buah batu itu terdapat sebuah batu kepempang (bercabang) sejarak 4M menghadap ke arah utara arah gunung pesagi, yang melambangkan Culu Langi sebagai tempat turunnya roh- roh nenek moyang dan paradewa. Batu Keppampang itu menurut kisahnya adalah tempat meletakkan kepala korban untuk dipenggal.


Di sekitar tempat upacara Pabon terdapat tambak (kuburan) dan salah satu kuburanyang ada di situ ada yang dikeramatkan, yang dinamakan Tambak Begur sakti. Menurut kisah tambak Begur adalah kuburan tanpa badan milik seorang panglima perang kerajaan yang gugur di medan perang yang kepalanya dipotong musuh dengan menggunakan sembilu bambu. Kemudian kepala panglima tersebut dimakamkan di Kenali sedangkan tubuhnya tertinggal dimedan perang dan diakamkan di Krui, kedua kuburan tersebut masih dikeramatkan sampai sekarang.

TEMPAT BERSEJARAH DI LAMPUNG BARAT

 LAMPUNG Barat (Lambar) menyimpan begitu banyak peninggalan nenek moyang dari zaman prasejarah, kerajaan, hingga masa perjuangan kemerdekaan. Beberapa peninggalan seperti patung, pahatan bercorak Megalitikum yang tersebar di sekitar Pura Wiwitan, Sumberjaya, Kenali, Batubrak, Liwa, dan Sukau. Peninggalan ini adalah artefak yang menceritakan muasal orang Lampung.
Kawasan ini merupakan wilayah pengaruh Kerajaan Skalabrak yang bertahta di lereng Gunung Pesagi. Saat itu--ada yang menyebut, Kerajaan Skalabrak berdiri 250--1600 Masehi, hingga masuknya agama Buddha--masyarakat yang menetap di kawasan Lambar adalah suku Tumi.
Masyarakat ini menyembah pohon besar bernama melasa kepapang. Pohon ini berbatang pohon nangka, dahannya dari jenis kayu sebukau.
Dari cerita turun-temurun, getah dahan melasa kepapang bisa menimbulkan penyakit kulit. Obatnya hanya getah batang nangka itu.
Dari Skalabrak ini--cerita ini diterima warga turun-temurun--masyarakat Lampung tersiar ke segenap penjuru mengikuti aliran Sungai Komering, Semangka, Sekampung, Seputih, Tulangbawang, Way Umpu, Way Rarem, dan Way Besai. Ahli purbakala Dr. Fn. Fune dari Jerman--dan sejumlah peneliti lain--menyatakan Skalabrak adalah daerah asal orang Lampung.
Islam masuk Skalabrak lewat empat umpu yang bernama Belunguh (Buay Belunguh di Tanjungmenang, Kenali), Umpu Pernong (Buay Pernong di Hanibung), Umpu Bejalan Di Way (Buay Bejalan di Puncak Dalam), dan Umpu Nyerupa (Buay Nyerupa di Tapak Siring).
Pohon melasa kepapang kemudian ditebang Paksi Pak Skalabrak (keempat umpu itu). Pohon itu lalu dibuat pepadun, yakni perangkat adat yang menyerupai singgasana. Dari sinilah tradisi adat cakak pepadun bermula, seperti berkembang di Abung, Waykanan, Sungkai, dan Pubian.



Batu Kepapang di Kenali
SATU peninggalan prasejarah adalah Batu Kepapang. Situs ini terletak di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau. Meskipun tidak ada plang nama, tidak sulit menuju petilasan ini. Asalkan bertanya pada warga sekitar, kita dengan mudah menjangkau lokasi Batu Kepapang.
Situs ini berada di belakang SDN 1 Kenali. Pagar semen mengelilingi areal situs yang ditumbuhi tanaman cokelat, pisang, dan berbagai tanaman kebun. Situs ini terletak di tanah penyimbang (sai batin dalam bahasa setempat).
Satu-satunya penjelas kalau situs ini peninggalan purbakala hanyalah sebuah marmer bertuliskan "Situs Batu Kepapang" yang ditandatangani Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. Marmer ini ditempel di pagar tembok yang baru dibuat. Menurut warga, situs ini nyaris terbengkalai. Baru dipagar setelah diberi bantuan Gubernur Rp5 juta.
Di sekeliling Batu Kepapang, tertutup tanaman, terlihat sembilan batu besar. "Masih ada sembilan batu lagi yang belum digali. Batu-batu itu tempat duduk para petinggi Kerajaan Skalabrak," ujar Haidar Hadi H.S., tokoh masyarakat Kenali.
Ada dua riwayat Batu Kepapang. Pertama, cerita yang menyatakan kalau situs ini peninggalan masyarakat Tumi--yang merupakan nenek moyang orang Lampung yang tinggal di Kerajaan Skalabrak. "Batu Kepapang itu tempat menyembelih orang-orang terpilih, terutama gadis-gadis cantik. Ketika itu masyarakat belum mengenal agama, jadi mereka masih animisme," kata Haidar.
Gadis itu yang tercantik di Skalabrak. "Daging gadis korban itu dimakan masyarakat. Harapannya, seluruh masyarakat Skalabrak memiliki sifat dan kecantikan yang sama," kata Haidar.
Kisah kedua, Batu Kepapang digunakan pada zaman kemerdekaan untuk mengadili atau memotong orang-orang. Namun, kisah ini tidak begitu dikenal masyarakat. Masih diragukan kebenarannya.

Beguk Sakti
Tidak jauh dari Batu Kepapang, terdapat tempat keramat yang oleh masyarakat disebut Beguk Sakti--bahasa setempat menyebutnya "begukh". Tempat keramat ini berada di rumah kayu kecil.
Di bangunan bercat putih ini terdapat ranjang besi, tanpa papan atau kasur. Di bawahnya terdapat batu-batu menhir tersusun. Di sinilah makam si Beguk Sakti.
Warga yakin Beguk Sakti adalah panglima perang di Krui. Ia memiliki nama asli M. Syarifudin.
Kisahnya, sang panglima bosan perang. Dia meminta kepalanya dipenggal dengan sembilu yang terbuat dari bambu tanpa ruas. Lalu, kepala sang panglima dibawa pulang dan dimakamkan di Kenali. Permakaman ini oleh masyarakat disebut keramat Beguk Sakti.
Tubuh Beguk Sakti dimakamkan di Krui; yang dikenal sebagai Keramat Slalau.

Situs Purajaya
Wisata arkeologis bisa dilanjutkan ke Desa Purajaya di Kecamatan Sumberjaya. Dari Liwa, desa ini ditempuh sekitar 2 jam perjalanan.
Di Purajaya terdapat situs Megalitikum sangat luas, mencapai 2 hektare. Di sini terdapat batu-batu menhir dan dolmen peninggalan prasejarah abad ke-6.
Benda-benda ini tersusun tegak lurus. Informasi yang diyakini warga, batu-batu ini sebagai tempat pemujaan pada dewa juga sebagai tempat persembahan korban berupa gadis cantik.

Sisa Buay Pernong
Sebelum sampai Liwa, tepatnya di Way Pernong, berdiri rumah adat yang indah. Rumah ini terletak di sisi sebelan kanan jalan menuju Liwa. Rumah adat ini dimiliki keturunan Buay Pernong.
Sebagian rumah adat ini masih asli, beberapa bagian yang direnovasi karena rusak saat gempa 1993 lalu. Di sini terdapat meriam besar buatan zaman Belanda yang berasal dari Krui. Selain itu, banyak benda kuno seperti lemari dan kursi.
Di belakang rumah adat ini terdapat makam Raja Selalau ketiga dan penerusnya. Di atas batu-batu yang menutupi makam, terdapat berbagai tanda berbentuk seperti binatang atau lambang tertentu.
Selain makam Raja Selalau, di dekat areal makam juga terdapat semacam benteng tanah berbentuk parit sedalam 1,5--3 meter. Benteng ini mengingatkan pada benteng parit yang terdapat di situs Pugungraharjo. Sayangnya, benteng parit ini belum dipugar instansi terkait atau diteliti lebih lanjut.

Batu Putri
Di Kenali juga terdapat situs yang disebut Batu Sepadu atau Batu Putri. Menuju situs ini harus melewati jalanan kecil beraspal, dengan turunan dan tanjakan yang lumayan curam.
Sebuah rumah panggung kecil dari kayu berdiri di perkebunan. Di bawahnya terdapat sebuah batu seperti perempuan berambut panjang sedang duduk. Pagar tembok mengelilingi batu itu.
Di situs ini ada jamur yang menempel di batu. Warga yakin, jika ditempelkan di kulit, jamur ini langsung jadi panu; yang obatnya ada di salah satu batang pohon di lokasi ini.
Menurut Mawardi, tokoh pemuda Kenali, Batu Sepadu ini dulunya seorang putri. Dengan janji akan memberi imbalan, sang putri meminta seseorang memindahkan air dari Way Besohan di Krui ke Kenali. Ternyata, setelah air dipindahkan, putri itu ingkar. Lalu, dia disumpah jadi batu.
Dalam rumah kayu itu terdapat kursi, meja, ranjang besi lengkap dengan kasur-bantal, dan dua kayu yang sangat tua. Kayu hitam ini terdapat pahatan motif-motif.  (Lampung Post)


 

ASAL MUASAL ORANG LAMPUNG DAN KOMERING

Asal Muasal Orang Lampung dan Komering

1. Asal Muasal Orang lampung

**** buaypernong.blogspot.com ****
 
Sekala Beghak, artinya tetesan yang mulia. Boleh jadi, kawasan ini dianggap sebagai kawasan tempat lahir dan hidup orang-orang mulia keturunan orang mulia pula. Sekala Beghak adalah kawasan di lereng Gunung Pesagi (2.262 m dpl), gunung tertinggi di Lampung. Kalau membaca peta daerah Lampung sekarang, Sekala Beghak masuk Kabupaten Lampung Barat. Pusat kerajaannya di sekitar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau, dan Kecamatan Balik Bukit. Di Lereng Gunung Pesagi itulah diyakini sebagai pusat Kerajaan Sekala Beghak yang menjadi pula asal usul suku bangsa Lampung.

Pengelana Tiongkok, I Tsing, pernah menyinggahi tempat ini, dan ia menyebut daerah ini sebagai “To Lang Pohwang”. Kata To Lang Pohwang berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak ampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi.

Sekala Beghak (biasa ditulis Skala Brak), adalah kawasan yang sampai kini dapat disaksikan warisan peradabannya. Kawasan ini boleh dibilang kawasan yang “sudah hidup” sejak masa pra-sejarah. Batu-batu menhir mensitus dan tersebar di sejumlah titik di Lampung Barat. Bukti, ada tanda kehidupan menyejarah.

Sebuah batu prasasti di Bunuk Tenuar, Liwa berangka tahun 966 Saka atau tahun 1074 Masehi, menunjukkan ada jejak Hindu di kawasan tersebut. Bahkan di tengah rimba ditemukan bekas parit dan jalan Zaman Hindu. Ada lagi disebut-sebut bahwa Kenali yang dikenal sekarang sebagai ibukota Kecamatan Belunguh, adalah bekas kerajaan bernama “Kendali” dengan “Raja Sapalananlinda” sebagaimana disebut dalam “Kitab Tiongkok Kuno”. Kata “Sapalananlinda” oleh L.C. Westenenk ditafsir sebagai berasal dari kata “Sribaginda” dalam pengucapan dan telinga orang Cina. Jadi bukan nama orang tapi gelar penyebutan. Buku itu konon juga menyebut, bahwa Kendali itu berada di antara Jawa dan Siam-Kamboja. Kitab itu, menyebut angka tahun antara 454 – 464 Masehi. Kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Inggris oleh Groenevelt (Wikipedia Indonesi, 2007). Meski belum seluruhnya terbaca, namun dapat disimpulkan: di situ tercatat suatu peradaban panjang. Suatu kawasan tua yang mencatatkan diri dalam sejarah umat manusia. Di wilayah ini pula pernah berdiri sebuah kerajaan. Ada yang menyebut kerajaan tersebut adalah Kerajaan Tulang Bawang, namun bukti-bukti keberadaannya sulit ditemukan. Sedang keyakinan yang terus hidup dan dipertahankan masyarakat khususnya di Lampung Barat serta keturunan mereka yang tersebar hingga seluruh wilayah Sumatera Selatan, menyebutkan Kerajaan Skala Beghak. Pendapat ini juga disokong oleh keberadaan para raja yang bergelar Sai Batin, hingga bukti-bukti bangunan dan alat-alat kebesaran kerajaan, upacara dan seni tradisi yang masih terjaga. Masih banyak bukti lain, namun perlu pembahasan terpisah.
Kalau membaca peta Propinsi Lampung sekarang, kisaran lokasi pusat Sekala Beghak berada di hampir seluruh wilayah Kabupaten Lampung Barat, sebagian Kecamatan Banding Agung Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. “Pusat kerajaan” meliputi daerah pegunungan di lereng Gunung Pesagi di daerah Liwa, seputar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau dan Kecamatan Balik Bukit.
Sebagai kesatuan politik Kerajaan Sekala Beghak telah berakhir. Tetapi, sebagai kesatuan budaya (cultural based) keber¬adaannya turun temurun tewarisi melalui sejarah panjang yang menggurat kuat dan terbaca makna-maknanya hingga saat ini. Sekala Beghak dalam gelaran peta Tanah Lampung, pastilah tertoreh warna tegas, termasuk sebaran pengaruh kebudayaannya sampai saat ini.
Tata kehidupan berbasis adat tradisi Sekala Beghak juga masih dipertahankan dan dikembangkan. Terutama, Sekala Beghak setelah dalam pengaruh “Empat Umpu” penyebar agama Islam dan lahirnya masyarakat adat Sai Batin. Adat dan tradisi terus diacu dalam tata hidup keseharian masyarakat pendukungnya dan dapat menjadi salah satu sumber inspirasi dan motivasi pengembangan nilai budaya bangsa.
Hasil pembacaan atas segala yang ada dalam masyarakat berkebudayaan Sai Batin di Lampung, memperlihatkan kedudukan dan posisi penting Sekala Beghak sebagai satuan peradaban yang lengkap dan terwariskan. Keberadaan Sekala Beghak tampak sangat benderang dalam peta kebudayaan Sai Batin, sebagai satu tiang sangga utama pembangun masyarakat Lampung. Bahkan, telah diakui, Sekala Beghak sebagai cikal bakal atau asal muasal tertua leluhur “orang Lampung”. Bahkan keberadaan Skala Beghak, berada dalam kisaran waktu strategis perubahan peradaban besar di Nusantara, dari Hindu ke Islam.
Bukti kemashuran Sekala Beghak dirunut melalui penuturan lisan turun-temurun dalam wewarah, tambo, dan dalung yang mempertegas keberadaan Lampung dalam peta peradaban dan kebudayaan Nusantara. Kata Lampung itu sendiri banyak yang menyebut berasal dari kata “anjak lampung” atau “yang berasal dari ketinggian”. Pernyataan itu menunjukkan bahwa “orang Lampung” berasal dari lereng gunung (tempat yang tinggi), yang dalam hal ini Gunung Pesagi. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam kronik perjalanan I Tsing. Disebutkan kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-713). Seorang bhiksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India, dan kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tingal di Chang’an. Ia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina.

Dalam perjalanannya itu, kronik menulis I Tsing singgah di Sriwijaya pada tahun 671. Ia mengunjungi pusat-pusat studi agama Budha di Sumatera, di antaranya selama dua bulan di Jambi dan setelah itu konon tinggal selama 10 tahun di Sriwijaya (685-695). Dalam perjalanannya itu, I Tsing dikabarkan menyebut nama suatu tempat dengan “To Lang Pohwang”. Kata “To Lang Pohwang” merupakan bahasa Hokian, bahasa yang digunakan I Tsing.

Ada yang menerjemahkan “To Lang Pohwang” sebagai Tulang Bawang. Salah satunya adalah Prof. Hilman Hadikusuma, ahli hukum adat dan budayawan Lampung tersebut memberi uraian perihal sejarah Lampung, khususnya dalam menafsir To Lang Pohwang sebagai Kerajaan Tulang Bawang. Disebut-sebut berada di sekitar Menggala, ibukota Kabupaten Tulang Bawang saat ini. Meski bekas-bekas atau artefaknya belum terlacak, garis silsilah raja dan istana, komunitas masyarakat pewaris tradisi, dan banyak hal lagi yang masih tidak bisa ditemukan. Tidak hanya dari sudut pandang semantis untuk memaknai kata “To Lang Pohwang”, namun perlu pula didampingi kajian sosiologis dan arkeologis yang lebih mendalam.
Kata “To Lang Pohwang” berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak lampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi.Merujuk pada dua pendapat itu, maka penunjukan “orang atas” mengarah pada Suku Tumi yang tinggal di lereng Gunung Pesagi di Lampung Barat. Mereka inilah cikal-bakal Kerajaan Sekala Beghak. Kerajaan ini di kemudian hari ditundukkan oleh para penakluk, mujahid dan pendakwah Islam yang masuk ke Sekala Beghak dari Samudera Pasai melalui Pagaruyung Sumatera Barat. Di bawah Ratu Mumelar Paksi bersama putranya Ratu Ngegalang Paksi, disertai juga para Umpu, empat cucu Ratu Mumelar Paski. Mereka masuk untuk kemudian menguasai kawasan tersebut setelah menundukkan Suku Tumi. Para Umpu, keempat putra Ratu Ngegalang Paksi itulah yang kemudian melahirkan Paksi Pak Sekala Beghak dengan segala kebudayaannya, berkembang dan beranak pinak untuk kemudian menyebar ke seluruh Lampung dan sejumlah daerah. Karena kerajaan Sekala Beghak lama (animisme/dinamisme) telah dikalahkan dan dikuasai sepenuhnya oleh keempat Umpu keturunan Ratu Ngegalang Paksi, maka kemudian adat-istiadat dan kebudayaan yang berkembang dan dipertahankan hingga kini merupakan peninggalan Kerajaan Sekala Beghak Islam.
Dalam tambo-tambo ( tambo tambo terdahulu, disalin dari dalung (tarikh yang ditulis pada tembaga/kuningan), tanduk kerbau dan kitab kulit kayu ) dan wewarah, “Empat Umpu” ( Umpu Belunguh; Umpu Nyekhupa, dan Umpu Pernong; Umpu Bejalan Diway) banyak disebut memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat adat Sai Batin, Paksi Pak Sekala Beghak. Pada periode selanjutnya, penyebaran orang-orang Sekala Beghak ini dapat dirunut dari kisah-kisah tentang kepergian mereka melalui sungai-sungai.
Bahkan, sebagian orang-orang Komering pun mengaku sebagai keturunan Sekala Beghak. Mereka diperkirakan keturunan Pasukan Margasana yang dikirim Kerajaan Sekala Beghak ke Komering untuk menghadang serangan sisa-sia prajurit Kerajaan Sriwijaya yang telah runtuh sebelumnya. Seperti halnya keberadaan Suku Ranau sekarang, diakui juga berasal dari Sekala Beghak, Lampung Barat. Di sekitar Danau Ranau di Banding Agung, Ogan Komering Ulu itu semula dihuni Suku Abung yang setelah kedatangan orang-orang Sekala Beghak pada abad ke-15 mereka pindah ke Lampung Tengah.
Seperti dikutip Harian KOMPAS, (11 Desember 2006:36), pada abad 15 datang empat kelompok masyarakat yang menduduki sekitar Danau Ranau. Di sebelah barat danau dihuni orang-orang yang datang dari Pagaruyung Sumatera Barat dipimpin Dipati Alam Padang. Sementara itu, tiga kelompok lainnya berasal dari Sekala Beghak. Tiga kelompok orang-orang Sekala Beghak itu dipimpin Raja Singa Jukhu (dari Kepaksian Bejalan Diway), menempati sisi timur danau. Di sisi timur danau pula, kelompok yang dipimpin Pangeran Liang Batu dan Pahlawan Sawangan (berasal dari Kepaksian Nyekhupa) menempat. Sementara kelompok yang dipimpin Umpu Sijadi Helau menempati sisi utara danau. Empu Sijadi Helau yang disebut-sebut itu bukan Umpu Jadi putra Ratu Buay Pernong, yang menjadi pewaris tahta Buay Pernong. Kemungkinan besar Umpu Sijadi di daerah Ranau tersebut adalah keturunan Kepaksian Pernong yang meninggalkan Kepaksian dan mendirikan negeri baru di Tenumbang kemudian menjadi Marga Tenumbang.
Ketiga kelompok dari Sekala Beghak ini kemudian berbaur dan menempati kawasan Banding Agung, Pematang Ribu, dan Warkuk. Sampai sekarang banyak orang Banding Agung mengaku keturunan Paksi Pak Sekala Beghak. Di samping itu, ada kisah-kisah perpindahan orang Sekala Beghak, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia (7/3/07: 04.02), yang dipimpin Pangeran Tongkok Podang, Puyan Rakian, Puyang Nayan Sakti, Puyang Naga Berisang, Ratu Pikulun Siba, Adipati Raja Ngandum dan sebagainya. Bahkan, daerah Cikoneng di Banten ada daerah yang diberikan kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kepaksian Belunguh atas jasa-jasanya, dan banyak orang Sekala Beghak yang migrasi ke sana atau sebaliknya.
Kisah-kisah ini memperkuat suatu kenyataan bahwa Sekala Beghak tidak hanya sebagai sumber muasal secara geografis, melainkan juga sumber kultur masyarakat. Sekala Beghak adalah hulu suatu kebudayaan masyarakat. Dari Sekala Beghak ini juga lahir huruf Lampung yaitu Kaganga. Bagi sebuah kebudayaan, memiliki bahasa dan aksara sendiri merupakan bukti kebesaran masa lalu kebudayaan tersebut. Di Indonesia hanya sedikit kebudayaan yang memiliki aksara sendiri, yaitu Batak, Lampung (Sumatera Selatan), Jawa, Sunda, Bali, dan Bugis. Dan kebudayaan yang memiliki aksara sendiri dapat dikategorikan sebagai kebudayaan unggul. Karena bahasa merupakan alat komunikasi sekaligus simbol kemajuan peradaban.
Semua aksara Nusantara tersebut berasal dari bahasa Palava, yang berinduk pada bahasa Brahmi di India. Bahasa Palava digunakan di India dan Asia Tenggara. Di Nusantara bahasa ini mengalami penyebaran dan pengembangan, bermula dari bahasa Kawi, sebagai induk bahasa Nusantara. Dari bahasa Kawi menjadi bahasa : Jawa (Hanacaraka), Bali, Surat Batak, Lampung/Sumatera Selatan (Kaganga), dan Bugis.
Dari Kerajaan Sekala Beghak yang telah memiliki unsur-unsur “kebudayaan lengkap” ini pulalah “ideologi” Sai Batin dilahirkan dan disebarluaskan. Sampai saat ini, masih banyak yang bisa dibaca dari jejak-jejak yang tertinggal. Baik dari jejak fisik maupun jejak yang tidak kasat mata. Dari legenda, seni budaya, adat tata cara, bahasa lisan tulisan, artefak benda peninggalan, hingga falsafah hidup masih ada runut rujukannya. Dari Sekala Beghak itu di kemudian hari pengaruh budaya dan peradabannya berkembang dan berpengaruh luas ke seluruh Lampung bahkan sampai ke Komering di Sumatera Selatan sekarang. Tidak terhitung kemudian “pendukung budaya”-nya yang tersebar di seluruh Indonesia pada masa kini.
Perpindahan Warga negeri sekala brak :
( bisa diliha juga di : http://aldrinsyah.multiply.com/journal/item/79 )

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya semua suku bangsa Lampung, baik yang berada di daerah Lampung, Palembang, dan Pantai Banten berpengakuan berasal dari Sekala Brak. Perpindahan Warga Negeri Sekala Brak ini bukannya sekaligus melainkan bertahap dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa peristiwa penting didalam sejarah seperti:
  1. Ketika suku bangsa Tumi yang mendiami Sekala Brak terusir dan Skala Brak jatuh ketangan Paksi Pak Sekala Brak, hingga mereka menyebar kedaerah lain.
  2. Perselisihan dan silang sengketa dikalangan keluarga yang mengakibatkan satu fihak meninggalkan Sekala Brak untuk mencari penghidupan ditempat lain.
  3. Adanya bencana alam berupa gempa bumi yang memaksa sebagian Warga Negeri Sekala Brak untuk berpindah dan mencari penghidupan yang baru.
  4. Adanya hubungan yang erat antara Kesultanan Banten dan Kebuayan Belunguh -Kenali, dimana dengan sengaja ditinggalkan disepanjang jalan beberapa orang suami istri untuk meluaskan daerah dan memudahkan perjalanan pulang pergi ke Banten. Sehingga berabad kemudian ditempat itu berdiri Pekon Pekon bahkan banyak yang sudah menjadi Marga. Hubungan inilah yang merupakan asal dari Cikoneng Pak Pekon di Pantai Banten.
  5. Perpindahan juga terjadi disebabkan peraturan adat yang mengikat yang menetapkan semua hak hak adat jatuh atau diwarisi oleh Putera Tertua, sehingga anak anak yang muda dipastikan tidak sepenuhnya memiliki hak apalagi kedudukan tertentu didalam adat. Dengan cara memilih untuk pindah kedaerah yang baru maka dapat dipastikan mereka memiliki kedudukan dan tingkatan didalam adat yang mereka bentuk sendiri ditempat yang baru.
Perpindahan penduduk dari Sekala Brak ini sebagian mengikuti aliran Way Komring yang dikepalai oleh Pangeran Tongkok Podang, untuk seterusnya beranak pinak dan mendirikan Pekon atau Negeri. Kesatuan dari Pekon Pekon ini kemudian menjadi Marga Atau Buay yang diperintah oleh seorang Raja atau Saibatin didaerah Komring –Palembang. Sebagian kelompok lagi pergi kearah Muara Dua, kemudian menuju keselatan menyusuri aliran Way Umpu hingga sampai di Bumi Agung. Kelompok ini terus berkembang dan kemudian dikenal dengan Lampung Daya atau Lampung Komring yang menempati daerah Marta Pura dan Muara Dua di Komring Ulu, serta daerah Kayu Agung dan Tanjung Raja atau Komring Ilir.
Kelompok yang lain yang dipimpin oleh Puyang Rakian dan Puyang Nayan Sakti menuju ke Pesisir Krui dan menempati Pesisir Krui mulai dari Bandar Agung di selatan pesisir hingga Pugung Tampak dan Pulau Pisang di utara. Kelompok yang dipimpin oleh Puyang Naga Berisang dan Ratu Piekulun Siba menyusuri Way Kanan menuju ke Pakuan Ratu, Blambangan Umpu dan Sungkai Bunga Mayang di barat laut Lampung untuk meneruskan jurai dan keturunannya hingga meliputi sebagian utara dataran Lampung.
Adipati Raja Ngandum memimpin kelompok yang menuju ke Pesisir Selatan Lampung Mengikuti aliran Way Semangka hingga kehilirnnya di Kubang Brak. Dari Kubang Brak sebagian rombongan ini terus menuju kearah Kota Agung, Talang Padang, Way Lima hingga ke selatan Lampung di Teluk Betung, Kalianda dan Labuhan Maringgai. Daerah Pantai Banten yang merupakan daerah Cikoneng Pak Pekon adalah wilayah yang diberikan sebagai hadiah kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kenali -Buay Belunguh setelah menumpas kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh.
Sebagian lagi yang dikepalai oleh Menang Pemuka yang bergelar Ratu Di Puncak menyusuri sepanjang Way Rarem, Way Tulang Bawang dan Way Sekampung. Menang Pemuka atau Ratu Di Puncak memiliki tiga orang istri, istri yang pertama. berputera Nunyai, dari istri kedua memiliki dua orang anak yaitu seorang putera yang diberi nama Unyi dan seorang puteri yang bernama Nuban, sedangkan dari istri ketiga yang berasal dari Minangkabau memiliki seorang putera yang bernama Bettan Subing. Jurai Ratu Di Puncak inilah yang menurunkan orang Abung dan Tulang Bawang.


2. Asal Muasal Orang Komering

Suku Komering adalah satu klan dari Suku Lampung yang berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatera Selatan pada sekitar abad ke-7 dan telah menjadi beberapa Kebuayan atau Marga. Nama Komering diambil dari nama Way atau Sungai di dataran Sumatera Selatan yang menandai daerah kekuasaan Komering.Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang, Sezaman dengan ranah pagaruyung pemerintah bundo kandung di Minang Kabau, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa". ( Wikipedia )
------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam kesempatan ini, penulis menyempatkan diri untuk membuat artikel yang berjudul “Suku Komering adalah Orang Lampung Juga”. Hal yang mendasari penulis membuat artikel ini adalah di karena ada pandangan dari sebagian masyarakat Komering (Sumatera Selatan) yang tidak mengaku sebagai bagian dari masyarakat Lampung. Hal tersebut perlu dikaji dengan bukti sejarah mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering, terutama ke Lampung.
Untuk lebih jelasnya mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering (dikutip dari Wacana Nusantara : Perjalanan Komering di Lampung) akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Asal-Usul Tujuh Kepuhyangan
Pada suatu ketika bergeraklah sekelompok besar turun dari dataran tinggi Gunung Pesagi menyusuri sungai dengan segala cara seperti dengan rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai Komering menuju muara. Menyusuri atau mengikuti dalam dialek Komering lama adalah Samanda. Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway dari kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai.
Pada artikel yang berjudul Kebesaran Sriwijaya yang Tak Tersisa -The Rise of Sriwijaya Empire- (Komentar Agung Arlan), disebutkan bahwa Kepuhyangan Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya Naga (Sri Jaya Naga) sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan di daerah dekat Gunung Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga (Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke Palembang, dan yang terakhir ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan Sriwijaya).
Kelompok ini akhirnya sampai di muara (Minanga) dan kemudian berpencar. Mereka mencari tempat-tempat strategis dan mendirikan tiga kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di bawah pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati suatu dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan Pu Hyang Kaipatih Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam suatu teluk di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di tempat ini kemudian dikenal dengan nama Minanga.
Tak lama setelah rombongan pertama, timbul gerakan penyebaran rumpun Skala Brak ini. Menyusul pula gerakan penyebaran kedua yang seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan keempat menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka padang ini disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan Madang. Tempat pertama yang mereka duduki dinamakan Gunung Terang.
Kepuhyangan kelima di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya suka membawa peliung. Dari kegemarannya ini dinamakan pada nama kepuhyangan mereka menjadi “Pemuka Peliung”. Dari kepuhyangan ini kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar mendirikan kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu Penghulu.
Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam di bawah pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut kepercayaan setempat, berasal dari atau keluar dari Bunga Mayang Pinang. Kepercayaan ini membekas dan diabadikan pada nama kepuhyangan mereka, yaitu Bunga Mayang (kelak kemudian hari, inilah cikal bakal Lampung Sungkai).
Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan Pu Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah Mahanggin. Ada yang mengatakan kepuhyangan daya (dinamis/ulet). Kelak kemudian hari kepuhyangan ini menyebar mendirikan cabang-cabang di daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap, dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal dari rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way (buway).
Nama kebhuwayan ini dibawa orang-orang dari Skala Brak baru generasi Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami lembah sungai yang kini dinamakan “Komering”. Masing-masing pada mulanya berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh yang dipanggil pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati dengan batas-batas yang disepakati.
Ditinjau dari tujuan gerakan penyebaran (mempertahankan kelanjutan hidup kelompok untuk mencari tempat yang memberi jaminan kehidupan) serta cara mencari tempat yang strategis dalam mengikuti aliran sungai (samanda-diway), tampaknya Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung (Gunung Batu).
2. Penyebaran Suku Komering Ke Lampung
Tak diragukan lagi, banyak orang Komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka umbul maupun kampung (tiuh). Perpindahan kali pertama mungkin oleh marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga Mayang.
Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu (Lampung Ragom, 1997): “Kelompok Lampung Sungkai asal nenek moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh Kebuayan Abung.”
Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung Pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering. Dari sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus (64) pernah menjabat kacabdin di daerah ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana.
Perpindahan berikutnya, dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka (Sungkai Jaya) di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus.
Dua Kampung Komering di Lampung Tengah (Komering Agung/Putih), menurut pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya (mungkin orang yang penulis temui kebanyakan usia muda <50 tahun). Mereka menyebut Komering yang di Palembang sebagai "nyapah" (terendam). Kemungkinan mereka juga berasal dari Minanga, karena kampung ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar (Tiuh Gedung Komering, Negeri Sakti) Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi (56) dan Komaruzaman (70) (pensiunan BPN).
Penduduk di sana mengakui mereka berasal dari Komering (Dumanis) walaupun dialek mereka sudah tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di Komering seperti Betung dan sebagainya, yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain.
Melihat perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung (Sungkai), serta menambah kebuayan Abung (Buay Nyerupa), tak ada salahnya kita mengetahui tentang dialek, tulisan, marga, maupun kepuhyangan yang ada di daerah Komering
3. Kesimpulan
Melihat asal-usul suku Komering yang awal mula berasal dari Skala Brak lalu menyebar ke daerah dataran Way Komering dan kemudian sebagian menyebar ke Lampung, dipastikan “suku komering adalah orang Lampung juga”. Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang digunakan sama dengan orang Lampung.
Orang Komering melakukan perpindahan ke Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan Nunyai dan menetap disana menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang).
Kebuayan Semendaway (Kebuayan Tertua Komering) dari Minanga melakukan penyebaran ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung), Bunglai, Cempaka – Sungkai Jaya (Lampung Utara), Sukadana (Lampung Timur dekat Negeri Tuho) dan Pagelaran (Tanggamus).
Selain itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih (Lampung Tengah) dan Tiuh Gedung Komering – Negeri Sakti (Gedongtataan).
Pada artikel “Sejarah Keratuan Lampung” yang telah terbit sebelumnya, di daerah Komering khususnya di Martapura dulu telah berdiri Keratuan Pemanggilan. Keturunan Keratuan Pemanggilan menyebar ke daerah pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk Lampung. Hal ini menjadi bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang tinggal di sekitar Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di Lampung (Pra atau Sejaman dengan Kepaksian Pak Skala Brak Abad ke-14) sebelum Sungkai Bunga Mayang pindah ke Lampung tahun 1800-an. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Komering (Tua) yang telah melakukan perpindahan ke Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak menurunkan Suku Lampung Pesisir Pemanggilan (Lampung Pesesekh di Cukuh Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima). Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa “Suku Komering adalah Orang Lampung juga”.
Bandar Lampung, 12 Mei 2009 / Oleh : JAMA’UDDIN
===============================================================
TENTANG CIKONENG PAK PEKON

( bisa anda lihat juga di : http://aldrinsyah.multiply.com/journal/item/79 )

Daerah Pantai Banten yang merupakan daerah Cikoneng Pak Pekon adalah wilayah yang diberikan sebagai hadiah kepada Umpu Junjungan Sakti dari Kenali -Buay Belunguh setelah menumpas kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh. dengan sebilah keris " senantan rangun" kepala si buyuh bisa diceraikan dengan badannya, keris beserta kepala sibuyuh disimpan oleh umpun belunguh hingga sekarang. ketika sultan banten hendak memenuhi janji sayembaranya yaitu pemberian separo dari kerajaan banten ternyata ditolak karena umpu junjungan sakti berterus terang ( dalam penyamarannya melakukan siba / In-cognitto ) bahwa kedudukannya adalah di sumatera. sebagai balas budi, sultan banten mengangkat beliau sebagai keluarga dan keturunannya dianggap sebagai bangsawan. disamping itu juga sultan banten menyerahkan satu sarung keris ( terapang) yang panjangnya dua hasta, terbuat dari emas berukir, sedangkan hulu balang yang menyertai Umpu junjungan sakti mendapat seutas tali, yang disebut "tali datu".
Tulang Bawang menurut cerita adalah terdiri dari 2 yaitu tulang/talang di komering dan bawang di pesagi, kedua2nya merupakan penyebaran awal masyarakat lampung yang bersala dari sekala berak kuno (SAKALA BAKA) di pesagi.. namun seiring berjalannya waktu.. keturunan talang mengikuti sungai komering (kemungkinan mendirikan sriwijaya), dan bawang ke pesisir barat krui dan selatan sampai kalianda-jabung (kemungkinan menurunkan kerajaan seputih/Yeh-Poti)..
Sedangkan dipedalaman lampung belum ada penghuninya (rimba).. Maka bisa dilihat peninggalan di daerah talang padang, pugung raharjo dll..

Baru pada penyebaran kedua terjadi setelah keturunan lampung asli bercampur dengan pendatang dari pagaruyung yang menyebarkan islam baru penyebarannya kedaerah2 pedalaman lampung sekarang, dan setelah itu baru berdiri adat pepadun (tahun 1700-an).. Sedangkan adat saibatin sudah sejak dulu dari nenek moyang di sekala berak sebelum islam..

Sedangkan pasukaan 40 orang dari lampung tersebut selain diambil dari skala berak, diambil dari keturunan lampung yang ada di pesisir selatan dan daerah tulang bawang yang keturunan komering.. Jadi orang lampung dulu tidak keberatan dia disebut dari sekala berak atau tulang bawang, ya asalnya nenek moyang mereka dari sekala berak juga (adat saibatin = sai-indra/sailendra = satu raja), sebelum adat pepadun berdiri..

Translate

Blogroll

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfj9cSAiqa78ye31cXpPPazguVFxMySWKKSBwOt8FcSmwnRGqnd-QuW_3kB3FKQEwWDhJKxTR_h7T_cQuA_py-rzMEMeHwJ5-EyGVXqqakGp-5rZrYx4h-gYjTZ9xljc2zeBSWdslcMe0/s1600/Loading6.GIF